ANTARA CINTA DAN KEBOHONGAN 


Jaka Tarup, tentunya kita sudah sangat familiar dengan dongeng tanah air satu ini. Kisah dimana seorang pemuda biasa yang jatuh cinta dan menikahi seorang bidadari. Mungkin itu yang dinamakan dengan beruntung. Bayangkan saja, seorang manusia dengan segala keterbatasannya bisa mempersunting bidadari yang tentu saja cantik jelita. Siapa yang tidak iri melihat peruntungan Jaka Tarup?

Jaka Tarup yang hanya manusia biasa bisa beristrikan bidadari dan memiliki putri yang menggemaskan. Bukankah hidup Jaka Tarup bisa dikatakan sempurna? Ya, sempurna jika saja ceritanya hanya sampai disitu seperti kebanyakan dongeng - dongeng lainnya. Tamat sempurna dengan kata - kata 'Akhirnya mereka hidup berbahagia selamanya'. Tapi, nyatanya hidup Jaka Tarup tak sesempurna yang dibayangkan. Kebahagiaan yang didapatkannya hanya bersifat sementara.

Dari kisah Jaka Tarup, ada hal yang seharusnya bisa dijadikan pelajaran yakni apapun yang dimulai dari sebuah kebohongan tidak akan pernah berakhir baik. Apapun itu, yang namanya dusta tetaplah dusta dan suatu saat nanti kebohongan itu pasti akan terbongkar juga. Seperti bangkai yang disembunyikan, bukankah suatu saat nanti pasti akan berbau busuk?

Dan kita semua tahu, pernikahan antara Jaka Tarup dengan bidadari bernama Nawang Wulan dimulai dari sebuah kebohongan. Dimulai dari keputusan Jaka Tarup untuk menyembunyikan selendang sang bidadari hingga bidadari tersebut tidak bisa kembali ke kahyangan dan mau tidak mau menetap di bumi. Jika dilihat lebih mendalam lagi, pilihan Nawang Wulan untuk menikah dengan Jaka Tarup sebenarnya bukanlah karena cinta, tapi, keterpaksaan karena Nawang Wulan sendiri tak punya pilihan lain.

Dari sisi Jaka Tarup sendiri, apakah itu bisa disebut dengan cinta? Ketika menyembunyikan satu selendang, Jaka Tarup bahkan tidak tahu yang mana pemilik selendang tersebut. Jaka Tarup hanya melakukan sistem acak dan mengandalkan peruntungan. Siapa yang kehilangan selendang maka itulah yang terpilih dan ternyata yang sedang sial adalah bidadari paling bungsu, Nawang Wulan.

Satu kesalahan telah dilakukan Jaka Tarup yakni berbohong dan menyembunyikan selendang Nawang Wulan. Satu kesalahan mungkin bisa dimaafkan. Hal itu terbukti dimana untuk beberapa saat Jaka Tarup bisa hidup bahagia bersama Nawang Wulan. Keduanya bahkan dianugerahi seorang bayi perempuan yang cantik jelita. Tapi, nyatanya Jaka Tarup kembali melakukan kesalahan, kesalahan paling fatal yang akhirnya mampu mengubah kehidupan mereka.

Jaka Tarup kembali berbohong untuk yang kedua kalinya. Ingatkah kalian dengan pesan Nawang Wulan pada Jaka Tarup untuk tidak membuka tutup penanak nasi selama nasi dimasak? Ya, Jaka Tarup melanggar pesan sang istri. Ia membukanya hanya karena penasaran kenapa padi di lumbung tak kunjung habis meski terus - terusan dimasak dan dimakan. Tutup penanak nasi bisa saja diletakkan kembali di tempatnya seolah tak terjadi apa - apa, tapi, sekali lagi kebohongan tak akan pernah bisa ditutupi.

Nawang Wulan kehilangan kesaktiannya karena perbuatan Jaka Tarup. Nawang Wulan tak bisa lagi menanak nasi dengan hanya menggunakan sebutir beras. Mau tidak mau Nawang Wulan harus bekerja keras seperti manusia biasa. Bayangkan, seorang bidadari yang tak pernah bekerja keras harus bekerja layaknya manusia? Tentu saja Nawang Wulan tak sanggup dan merindukan kehidupan di kahyangan. Hingga akhirnya tanpa sengaja Nawang Wulan menemukan selendangnya yang disembunyikan Jaka Tarup. 

Bagaimana reaksi Nawang Wulan ketika menemukan selendangnya dan mengetahui kebohongan Jaka Tarup selama itu? Marah, tentu saja Nawang Wulan sangat marah. Tak ada seorangpun yang ingin dibohongi. Bagaimanapun bentuknya, kebohongan hanya akan melukai. Mungkin indah di awal, tapi, tetap saja keindahan yang dibalut dengan kebohongan sifatnya tidak abadi.

Ketika Nawang Wulan mengetahui kebohongan Jaka Tarup, apa ia tetap berada di sisi Jaka Tarup? Tidak!!! Pada akhirnya Nawang Wulan memilih untuk pergi. Nawang Wulan hanya sesekali datang untuk menyusui anak perempuannya dan tidak mau bertemu dengan Jaka Tarup lagi. Bukankah itu sudah sangat menggambarkan betapa kebohongan itu teramat tajam melukai perasaan seseorang?

Satu kebohongan hanya akan menciptakan kebohongan yang lain. Satu kebohongan bahkan bisa merusak bukan hanya satu kehidupan. Kau boleh saja jatuh cinta, kau bisa mencintai, tapi, jangan memulainya dengan kebohongan. Kebohongan ibarat goresan pisau yang melukai. Lukanya bisa saja mengering, tapi, tidak dengan goresannya. Tiap goresannya pasti akan meninggalkan bekas dan bekas yang ditinggalkannya tidaklah indah. 

_Cherry Sakura_

Post a Comment