Wahai angin yang berhembus, engkau mungkin bisa menjadi saksi betapa ku sesali kehidupan yang telah digariskan untukku. Mungkin kau jenuh melihatku terus menangisi hidup seolah kusalahkan Tuhan. Kau mungkin mengutukku karena tak bisa menjadi hamba yang baik. Aku memang tak bisa seperti angin yang akan selalu bertasbih mengagungkan nama Tuhan.

Setiap pagi makhluk Allah menundukkan kepala untuk memujiNya, sedangkan aku, kutundukkan kepalaku karena ku sesali hari yang diberikan padaku. Aku tahu bahwa kasih sayang Tuhan tak terbatas, tapi, rasa takutku akan kehidupan akhirat membuatku menyesali takdirku sebagai manusia.

Wahai bumi dan bebatuan, selama ini kalian menjadi saksi atas kemaksiatan yang telah kuperbuat sebagai seorang manusia dan mungkin kalian mengutuk kami sebagai makhluk yang tak tahu diri. Makhluk yang hanya membuat kerusakan di muka bumi seperti yang ditakutkan oleh para malaikat saat Tuhan akan menciptakan Bapak kami yaitu Adam. Saat di dunia kami seolah monster yang bisa hancurkan segalanya, tapi, dibalik keangkuhan itu tersimpan rasa takut yang begitu luar biasa. Rasa takut seekor binatang kecil di hadapan pemangsanya.

Kusesali takdirku sebagai manusia karena aku tak mungkin sanggup mempertanggungjawabkan semua kesalahan yang telah kuperbuat. Andai aku bisa memilih, aku ingin menjadi angin atau bebatuan agar aku bisa terhindar dari rasa sakit dan pedihnya sakaratul maut. Agar aku bisa terbebas dari jembatan sirat. Aku tahu bahwa Tuhan maha pemberi ampun, tapi, justru karena kasih sayangNya yang tak terbataslah yang membuatku malu untuk meminta padaNya. Aku tahu bahwa semua yang ada di dunia ini adalah titipan Tuhan dan aku takut aku tak sanggup mengembalikan titipan itu saat Tuhan memintanya.

Angin, aku ingin bisa patuh sepertimu. Kau hanya akan bertiup ke arah yang telah ditetapkan. Aku ingin terbebas dari qadha dan qadhar. Tak sanggup aku terhimpit tanah kubur yang begitu marahnya karena terus melihat kemaksiatan. Tak mampu ku tahan panasnya api neraka yang akan membakar. Karena rasa takut itulah aku menangis tercipta sebagai manusia. Tak mampu ku terka kapan maut menyapa dan merampas hartaku yang paling berharga. Tak ingin kurasakan betapa sakitnya rasa kehilangan. Wahai angin, tak ada yang lebih menakutkan selain ini.

Tak bisa kuhindari maut dan tak bisa ku bersembunyi. Sunģguh, aku begitu takut tenggelam dalam kemarahan Tuhan. Takut Tuhan akan palingkan wajahNya dariku. Andai aku adalah daun pepohonan yang bergoyang ditiup angin lalu terjatuh di atas tanah, membusuk dan kemudian tak tersisa apa - apa lagi. Andai aku hanya air yang akan selalu mengalir mengikuti arus atau api yang akan langsung padam saat tersiram air, mungkin aku tak akan rasakan betapa mengerikannya pertanggungjawabanku sebagai seorang manusia.

Tapi, aku adalah manusia yang tak akan langsung lenyap saat maut menelanku. Aku tak akan bisa langsung lebur saat api neraka membakarku karena aku harus pertanggungjawabkan perbuatanku. Karena itu, wahai Tuhan, jangan semakin memurkaiku saat ku menangisi diriku, tapi, aku mohon agar Kau sudi menghapus airmataku. Aku begitu takut akan kekuasaanMu yang begitu tak terbatas, aku takut Kau akan cabut rahmat dan kasih sayangMu dariku. Bila hidupku kering tanpa kasih sayangMu, aku akan semakin tenggelam dan tak akan ada gunanya aku tercipta sebagai manusia.

_Cherry Sakura_

Post a Comment