MENCINTA YANG SIA - SIA

Little Mermaid, salah satu dongeng favoriteku selain Cinderella. Setidaknya ada empat film kartun tentang Putri Duyung yang pernah ku tonton dan semuanya selalu happy ending. Sang Putri Duyung dan Pangeran akhirnya hidup berbahagia. Yup, akhir klise yang selalu ditemukan dalam setiap dongeng.

Begitupun dengan cerita - cerita Putri Duyung yang pernah ku baca di beberapa komik. Meskipun penuh perjuangan, pada akhirnya Sang Putri Duyung adalah pemenangnya. Berhasil memenangkan hati sang pujaan hati dan hidup berbahagia selamanya. Benar - benar kisah manis yang selalu diimpikan oleh para anak perempuan.

Tapi, sebenarnya apakah kisah Sang Putri Duyung semanis dan seindah itu? Apakah pengorbanannya yang penuh dengan rasa sakit mendapatkan balasan yang setimpal? Benarkah Sang Putri Duyung yang telah memiliki kaki berhasil menawan hati sang Pangeran dan menjadikan Pangeran sebagai miliknya?

Nyatanya, kisah cinta Sang Putri tidaklah semanis yang dibayangkan. Terlalu banyak pengorbanan yang dilakukan Sang Putri hanya untuk berada di sisi Sang Pangeran. Terlalu banyak yang harus dilepaskan hanya untuk mendapatkan cinta yang sebenarnya belum tentu bisa terbalaskan.

Sang Putri Duyung dan Pangeran memiliki dunia yang berbeda. Berasal dari dunia yang tak sama. Dunia yang tidak akan mungkin bisa membiarkan keduanya bersatu. Sang Putri Duyung tahu itu. Itulah kenapa Sang Putri memilih untuk mengalah dan meninggalkan dunianya yang nyaman. Dengan tanpa keraguan sama sekali, memilih kehidupan yang bahkan tidak pernah ia ketahui.

Demi bisa bersama, Sang Putri harus memiliki kaki. Tapi, Putri Duyung tidak memiliki kaki. Untuk itu, Sang Putri rela menukar suara indahnya demi mendapatkan sepasang kaki yang akan membawanya berpijak di tanah yang sama dengan Pangeran. Penukaran yang sebenarnya tak cukup adil, tapi, bagi Sang Putri itu sudah cukup adil. 

Ayolah, bagaimana bisa kau katakan itu penukaran yang adil? Siapapun tahu bahwa Putri Duyung terkenal gemar bernyanyi. Sang Putri suka sekali bernyanyi dan siapapun akan terpukau dengan suaranya yang sangat indah. Tapi, kini Sang Putri yang gemar bernyanyi itu bahkan tak bisa mengeluarkan suara. Sepatah katapun tidak ada yang bisa dikeluarkannya. Tidakkah kau pikir itu sangat mengerikan? 

Bagiku itu sangat mengerikan. Tak ada seorang pun penyanyi yang ingin kehilangan suaranya dan bagiku penukaran yang dilakukan Sang Putri sangat tidak adil. Tapi, nyatanya Sang Putri tidak berpikiran sama sepertiku. Meski kehilangan suara, memiliki sepasang kaki adalah suatu hal yang sangat membahagiakan baginya. Sang Putri mulai membayangkan berpijak di tanah yang sama dengan Pangeran dan berdansa dengan penuh kebahagiaan.

Tapi, pengorbanan Sang Putri tak hanya sampai di situ. Bagaimanapun juga Sang Putri adalah makhluk laut yang telah menghabiskan sepanjang waktunya dengan berenang di laut bukan berjalan di atas tanah. Pernahkah kau bayangkan bagaimana rasanya berjalan di atas pecahan kaca. Seperti itulah rasanya menjadi Putri Duyung yang telah berkaki. Sang Putri merasakan sakit setiap kali menapakkan kaki di tanah. Sakit sekali karena sebenarnya Sang Putri Duyung tak pernah diijinkan untuk berpijak di bumi.

Jika itu aku, aku mungkin akan menyerah. Aku mungkin akan langsung berlari dan menenggelamkan diriku di laut. Aku tak cukup mencintai seseorang hingga merelakan diriku sendiri menderita. Tapi, lagi - lagi Sang Putri tidak memiliki pikiran yang sama denganku. Sang Putri tetap bertahan dengan rasa sakit yang mendera. Terus berharap Sang Pangeran akan menyadari rasa cintanya. 

Waktu terus berlalu, Sang Pangeran masih tidak juga menyadari perasaan Sang Putri. Sang Putri Duyung mulai frustasi. Semua yang telah dilakukannya ternyata tak cukup untuk membuat Pangeran balas mencintainya. Sang Putri ingin mengatakan betapa ia mencintai Pangeran. Ia ingin bicara agar Sang Pangeran bisa mengerti, tapi, ia tak bisa bersuara dan rasa sakit di kakinya justru semakin menjadi dari hari ke hari.

Ingatkah kau dengan pisau yang terselip di rambut Sang Putri Duyung? Pisau yang seharusnya dipakai Sang Putri Duyung untuk membunuh Pangeran jika Pangeran masih juga tidak menyadari rasa cintanya seperti yang pernah disarankan oleh saudari Sang Putri Duyung. Menurut saudari Sang Putri, kematian Pangeran akan menjadi sesuatu yang adil jika Sang Pangeran tak juga membalas perasaan Sang Putri.

Sang Putri Duyung yang telah berkaki tak bisa kembali ke laut. Satu - satunya yang menjadi tempat tujuan, satu - satunya kehidupannya hanya Sang Pangeran. Sang Putri terus menunggu hingga akhirnya Sang Pangeran jatuh cinta. Ya, akhirnya Pangeran jatuh cinta, tapi, bukan padanya. Sang Pangeran jatuh cinta pada wanita lain, seorang manusia yang sedari awal memiliki kaki. Manusia yang berasal dan memiliki dunia yang sama dengan Pangeran.

Menyedihkan, bukan? Bagaimanapun juga takdir tidak pernah bisa dibohongi. Dengan memiliki kaki, bukan berarti Sang Putri Duyung telah memiliki dunia yang sama dengan Pangeran. Seperti air dan minyak, bahkan ketika berada di tempat yang samapun keduanya tak akan pernah bisa menyatu. Terlalu banyak batas - batas yang dilanggar Sang Putri hanya untuk mendapatkan tempat di sisi Sang Pangeran, tapi, nyatanya batas itu masih tetap ada menjulang tinggi memisahkan hati keduanya.

Jika cinta bisa memberi luka, maka seharusnya cinta juga bisa membahagiakan. Seharusnya cinta bisa saling memberi dan menerima. Cinta bukan hanya berasal dari satu sisi. Cinta itu hanya Sang Putri yang merasakan. Hanya ia sendiri yang berkorban dan terluka. Hanya dirinyalah yang berjuang. Masihkah itu bisa disebut dengan cinta?

Tapi, bagi Sang Putri itu adalah cinta yang sebenarnya. Ia tak pernah bisa berhenti mencintai Sang Pangeran. Rasa cinta itu justru semakin besar terperangkap di dalam dada. Sang Putri tetap mencintai Sang Pangeran, tetap mencintai rasa sakit itu. Tetap setia menjaga perasaannya. Meski tak lagi memiliki tempat, Sang Putri tak pernah menyesal karena telah mencintai Sang Pangeran. Tak pernah menyesal meski pengorbanannya sia - sia.

Bahkan ketika teringat dengan pisau yang selalu dibawanya, Sang Putri tak pernah menggunakan pisau itu untuk melukai Sang Pangeran. Baginya, cukup dirinya saja yang terluka. Paling tidak, dirinya pernah berjuang meskipun ia harus kalah. Meskipun segalanya sia - sia. Daripada membunuh Sang Pangeran, Sang Putri lebih memilih dirinya saja yang menghilang.

Ya, dalam cerita yang sebenarnya Sang Putri Duyung dan Pangeran tidak pernah bersama. Pada akhirnya, Sang Putri lenyap menjadi buih. Menghilang seolah tak pernah ada. Lenyap bersama dengan rasa cinta sekaligus rasa sakitnya. Lenyap tak berbekas. Benar - benar lenyap.

Ah. . . Sungguh akhir yang sia - sia. Tapi, itulah cinta. Ada kalanya cinta harus diperjuangkan, ada saatnya cinta itu melukai dan menuntut pengorbanan. Karena cinta itu punya banyak rasa, punya beragam bentuk. Entah berbentuk duri tajam melukai atau bunga indah mewangi.

Berhati - hatilah ketika jatuh cinta. Jatuh cintalah, tapi, jangan mencintai sesuatu yang sia - sia. Jangan menjadikan cintamu sebagai suatu obsesi. Jika dalam cinta itu hanya kau yang berjuang, maka lepaskanlah dia. Jika cinta itu hanya memberimu luka, maka lupakan dia. Karena cinta yang terlalu banyak menuntut pengorbanan hanya akan membunuhmu.

_Cherry Sakura_

Post a Comment