Masih teringat di pikiran tentang bagaimana seorang guru memgomentari jurusan sastra/ bahasa.

Kala itu saat SMA, aku kelas 3 dan ada beberapa mantan kakak kelas yang promosi kampusnya datang ke sekolah.

Univ Univ ngetop pun nggak ketinggalan, ada UI, UGM, dan univ di kota ku seperti UB, UM, dll..

Jadi para promotor kampus ini masuk kelas kami di tengah-tengah pelajaran, menyingkirlah sang guru yang mengajar kala itu.

Promotor UI yang terakhir kali mempromosikan kampusnya di kelas saya, setelah selesai, kembali masuk lah sang guru dan bertanya,

"Si (sebut saja Tari)... kuliah dimana dia?" Tanya guru saya pada kami dan serentak kami jawab..

"UI..."

Dengan wajah bangga beliau memuji, "Si Tari emang pinter sih anaknya,  ambil jurusan apa sih?"

Karena tadi si mbak emang nyebutin jurusannya jadi kita tahu dan jawab, "Bahasa Perancis."

Tak terduga, tak disangka yang dijawab si ibu adalah, "Oalah cuma bahasa."

Kreteeekk.. sakit.

Mungkin si ibu itu berani bilang gitu juga karena kita adalah anak IPA. But...but...
Kala itu sayapun udah ngincer jurusan bahasa Korea di UGM (meskipun akhirnya gak jadi karena tidak mendapat restu ibu) jadi ngerasa..

Waduhh pasti aku bakal diremehin.

Dan seingetku anak bahasa yang minoritas itupun terkadang dipandang sebagai anak buangan.

Tapi lebih diremehin lagi karena nyatanya saya kuliah di kampus swasta karena dah nggak tau punya passion apa. (Sempat jadi anak labil akan cita-cita)

Anyway...mungkin sudah stereotype dimanapun bahwa jurusan yang keren adalah ranah medical...

Apalah dayaku yang lihat darah aja merinding sekujur tubuh, dan biologi cuma dapat 7.

Atau mungkin Science? Kimia, Fisika, atau dunia per teknikan.

Aku emang anak IPA, suka matematika, pinter kimia. Kalo fisika BIG NO !! Nggak nyempe-nyampe ke otak guys nilainya, sampai mendapatkan bebek cantik dari guru saat ujian karena nggak tega nulis angka 2 katanya, wkwk.

Dan apa daya cintaku hanya sebatas di bangku SMA, bukan passionnya sampe lanjut ke jenjang yang lebih serius *laaaaahhh...

Ya cuma sebatas.. ngerjain matematika asik, belajar kimia oke, tapi ya udah kalau dah lulus di SMA, ya dah goodbye gitu lohh.. bukan yang merasa ingin menelaah dan meneliti lebih dalam kenapa molekul ini bisa menimbulkan percikan-percikan cinta, heyaaaa...

Kuakui mereka yang di jurusan itupun keren, terkadang envy, punya otak intellegent macam itu tapi...

Kupikir semua orang memang punya peranan dan kelebihan masing-masing.
Sepandai-pandainya dokter, kalo ada butuh kerja sama dengan RS luar negeri misal ya butuh translator/ interpreter.

Presiden berkunjung ke luar negeripun butuh translator.
Tidak ada translator? Mungkin semua akan kesusahan karena hanya bisa memakai bahasa tubuh.

Google translate? Blaaammm... bisa kacau.

Apalagi setelah saya merasakan belajar bahasa bertahun-tahun, sangat menyadari bahwa belajar bahasa itu nggak kayak sekedar ngerti dan bisa ngerjain soal bahasa inggris terus kita bangga di sosmed bilang 'Speak English' atau 'Language : American English'. Ciyeeeehhh.

Okelah kalau cuma sekedarnya aja bilang

How do you do?
Do you know how to get alun alun?
Turn left, turn right.

Ato mungkin lebih kecenya lagi update status pake bahasa inggris meski masih wira wiri juga di google translate.

I dun know how could people think that way dis day...
I cant believe anyone anymore,
I'm better on my own, I'm rather be alone...

Whatever...

Nggak segampang itu bro...
  Ingat bahwasannya bahasa punya banyak bidang, ada bidang pendidikan, kedokteran, politik, hukum, bahkan bahasa slang, belum lagi yang bahasa berita nya beda sama bahasa formal yang dipakai sehari-hari kayak di bahasa Korea misal, kita sebagai orang bahasa perlu menguasai itu semua dan itu gak segampang menghafalkan nama teman SD kalian huhu.


Contoh kayak aku yang dah tokcer denger drama Korea tanpa subtitle, tapi denger beritanya masih banyak lost nya, ada bahasa bahasa tingkat tinggi yang terdengar seperti bahasa lain.

봐봐  bwabwa
봐봐요 bwabwayo
봐보세요 bwaboseyo
봐보시죠 bwabosijyo
보소 boso

미워하다 miwohada
증어하다 jeungohada

Kata-kata diatas kalo diartikan bahasa Indonesia arti sama beda tipis-tipis, dan yang belajar bahasa ini pasti awalnya akan bingung membedakan, kapan ini dipakai, kapan nggak boleh dipakai, apakah boleh saling menggantikan, atau tidak boleh.
Pakai logikanya juga banyak, hafalan apalagi.

Banyak hal yang sama seperti saat saya belajar nyetir mobil, belajar naik tanjakan, nginjek koplingnya suruh di tengah, tengahnya yang mana? Lalu sang pengajar menjawab,

"Pake perasaan mbak!!"

Dalam belajar bahasa juga sama, ada hal-hal yang bahkan native speakernya susah jelasin tapi akan mengerti dengan sendirinya dengan banyak mendengar contoh kalimat dan mulai tahu hanya dengan perasaan atau ilmu kira-kira.

Oh ini kayaknya di pake pas gini deh.

Saking gilanya kadang berharap bisa menghafal semua kosakata di kamus.
Caranya dengan di bakar, dilarutkan dalam air lalu di minum *resep doraemon.

Karena nyatanya... Hafal satu, lupa yang lain.

Gitu terus sampai negara api berubah jadi ladang coklat (??)

Au ah, garing ah.

Maapkaan.

Sementara kalau kita translate atau interpreter hasilnya diharap se sempurna mungkin. Ngfak ngerti satu atau dua kosakata emang kadang bisa di skip, tapi kalau itu point bicaranya, dan kamu nggak tahu, kelar dah, ada ke rumpangan.

Sama halnya dengan bahaya malpraktek, kita salah nerjemahin, jadi miskomunikasi kemudian apa yang di sampaikan itu nggak nyampe atau justru ngaco dan salah.

Blaaarr... kalau itu molekul kimia, udah meledak. Si A minta zat yang untuk mengeluarkan asap, tapi kamu terjemahkan yang mengeluarkan api. Bahaya.

Dan ilmu translating juga nggak sekedar kamu tahu kosakata lalu disusun aja, karena banyak ungkapan di bahasa Korea yang nggak sama di Indonesia, jadi kalau di artikan langsung jadi konyol.

빙산의 일각 : secuil gunung es => maksudnya bisa alibi/ sebagian kecil dari hal yang besar.
기둥 연기 : pilar asap =>  asap yang menjulang tinggi.
바람 피다 : menghembuskan angin => selingkuh.
Dll sumpah Korea banyak banget.

Mungkin ya sama kayak istilah main api, kena tikung, bersilat lidah...
Atau...

Tajir melintir!!

Seperti pertanyaan teman Koreaku yang sedang belajar bahasa indonesia tanya ke aku, 

"Apa itu melintir? Kenapa kok pake kata melintir? Apa hubungannya tajir dengan melintir?"

Pencetus istilah ini, tolong bantu jawaaabb !!

Intinya orang yang berkecimpung di dunia bahasa asing itu juga pusing guyss...
Mungkin sebagian orang ngira jurusan bahasa itu gampang karena nyatanya orang Indonesia ngaku bisa bahasa Inggris semua meski cuma belajar seminggu 2 jam aja di sekolah.

Padahal kalian yang belajar bahasa Inggrisnya di sekolah doank, jarang praktek apalagi make, mungkin ketemu orang bule bakal pada kabur.

Takut diajak ngobrol inggris, hihihi.

Emang tidak gampang, dan bukan persoalan yang sepele, seakan anak yang kuliah di jurusan bahasa tidak punya prospek yang bagus dan berasa anak buangan. Padahal kan hiks hiks, nggak loooooo...

Coba lihat gaji translator / interpreter, tidak murahan.

Dan menjadi semua itu juga tidak asal membuka mulut, nggak gampang. Orang yang punya sertifikat bahasapun nggak tentu bisa jadi interpreter.
Sekian, semoga kita tidak selalu terperangkap oleh stereotype dan mainstream yang itu-itu aja agar pandangan  lebih luas.

Post a Comment