Terkadang pertanyaan itu muncul begitu saja di kepalaku, bagaimana rasanya mati? Ya, hati selalu bertanya - tanya bagaimana rasanya saat maut menjemput. Pikiran seperti itu muncul, bukan berarti aku sedang berputus asa dan saking putus asanya aku berencana untuk bunuh diri. Tidak, itu tidak benar sama sekali mengingat hidupku terbilang aman sentosa tanpa ada kesulitan yang berarti. Yup, bisa dibilang aku hidup dalam kehidupan yang nyaris nyaman dan berada di zona aman. Keluargaku memang bukan keluarga kaya raya yang bisa mengabulkan semua keinginanku, tapi, aku juga bukan berasal dari keluarga yang ketika aku menginginkan sesuatu maka harus rela tidak makan seminggu seperti yang biasa ada di film atau sinetron.

Hidupku begitu lurus seperti jalan tol yang bebas macet dan tentu saja aku tidak punya alasan untuk sekedar memikirkan bunuh diri. Tapi, pikiran semacam itu selalu berkelebat dipikiranku? Mungkin itu terjadi karena aku yang terlalu takut memikirkan dengan cara seperti apa malaikat maut akan menjemputku. Apakah aku akan mati mengenaskan karena kecelakaan atau mati sengsara karena suatu penyakit? Ada begitu banyak cara maut menjemput, tapi, kalau aku bisa meminta. . . Jangan sampai aku mati menyedihkan dan memalukan seperti yang belakangan ini marak ada di berita. Tahu sendiri, kan, kalau belakangan ini ada begitu banyak kasus pemerkosaan yang diakhiri dengan pembunuhan biadap yang terkadang diluar nalar dan prikemanusiaan. Sebagai seorang perempuan, tentu saja aku juga merasa was was dan tidak aman.

Kembali berbicara soal mati, aku jadi teringat dengan perkataan Nabi Musa As yang aku temukan dalam sebuah buku dimana beliau mengatakan sakaratul maut itu ibarat seekor burung pipit yang jatuh di penggorengan. Tidak lekas mati agar bisa beristirahat, tapi, juga tidak selamat agar bisa terbang. Jika seorang Nabi yang sudah dijanjikan surga saja mengatakan maut sesakit itu, lalu apa kabar diriku yang setiap harinya selalu berbuat dosa baik yang disengaja maupun yang tidak? Bagaimana denganku yang begitu sering melupakan Tuhan? Mungkin maut yang akan menghampiriku sakitnya melebihi seekor pipit yang jatuh di penggorengan atau seperti seekor kambing yang dikuliti tukang jagal dalam keadaan hidup - hidup?

Terkadang aku merasa tidak ingin mati dan berharap aku bisa hidup selamanya. Aku tahu, itu pikiran yang sangat egois karena yang namanya manusia pasti akan mati. Tapi, ketika mengingat kalau mati akan memisahkanku dari mereka yang kucinta, rasa sakitnya seolah melebihi sakaratul maut. Siapapun pasti akan merasa sedih ketika harus terpisah dari mereka yang tercinta karena mati bukan hanya akan memisahkanku dengan mereka di dunia fana, mungkin saja di akhirat nanti, aku juga tidak akan bisa berjumpa dengan salah satu dari mereka. Aku takut, ketika aku mati, aku melupakan mereka dan hanya sibuk dengan diriku sendiri sedangkan selama di dunia, aku belum cukup baik untuk mereka. Aku takut, tidak bisa bertemu lagi karena ketika aku hidup, aku gagal memperlakukan mereka dengan sebaik - baiknya perlakuan.

Jika saja bisa, aku ingin menghindari yang namanya maut. Benar - benar tidak ingin berjumpa dengannya. Karena ketika maut datang, itu artinya aku harus bersiap memasuki kehidupan dengan siksaan yang maha dahsyat. Aku takut, maut hanya akan mengantarkanku menuju neraka. Aku sadar, diriku bukanlah orang suci yang bebas dari dosa dan sangat mungkin tempat pertama yang akan ku kunjungi adalah neraka. Menuliskan kata 'neraka' saja sudah membuatku bergidik. Ayolah, manusia mana yang sanggup berada di tempat seperti itu? Jika iblis yang tercipta dari api saja masih tak mampu menahan panasnya, apalagi aku yang hanya manusia biasa yang tercipta dari tanah? Jangankan api neraka, terciprat minyak mendidih atau terkena setrika panas saja rasanya sudah aduhai sakitnya. Apalagi kalau seluruh tubuh ini disiram dengan minyak mendidih. Kurasa, tak seorangpun bisa membayangkannya.

Mungkin aku egois. Ya, aku memang sangat egois. Aku takut untuk mati dan masuk neraka, tapi, sering kali aku lupakan kewajibanku sebagai seorang hamba Allah. Shalat yang sering kali terlupakan, membaca Qur'an jikalau ingat, puasa hanya sebatas di bulan Ramadhan dan sedekah yang hanya dilakukan sesekali. Belum ditambah dengan mulut yang terkadang berghibah dan ucapan yang menyakitkan hati. Jika mengingat semua itu, rasanya sungguh tak pantas diri ini jika masih harus mengharapkan surga? Bahkan, mencium baunya saja sama sekali tidak pantas.

Bodoh!!! Sebut saja aku bodoh. Aku tahu, maut mengintai kapanpun. Aku tahu ia bisa datang kapanpun, tapi, aku tetap bersantai tanpa melakukan persiapan apapun. Mungkin, aku baru akan tersentak dan menyesal ketika ia datang menjemput ketika tak ada satupun bekal berada di tanganku. Aku tahu, mati adalah suatu awal yang akan membawaku menuju perjalanan panjang yang gelap dimana aku butuh cahaya sebagai penuntunnya. Tapi, sampai saat ini aku tidak melakukan apapun agar aku bisa memiliki banyak cahaya sebagai penerang jalanku seolah aku tetap membiarkan diriku menjadi orang buta yang akan berjalan dalam kegelapan. 

Jika sampai waktunya tiba dan aku masih menjadi orang yang buta, satu pintaku, semoga Tuhan bersedia ulurkan tangan-Nya agar aku tetap bisa berjalan dalam kegelapan. Semoga Tuhan tidak melupakanku seperti aku yang selalu melupakan-Nya. Sudikah kiranya Engkau mengabulkan permohonan hamba-Mu yang egois ini, Ya Tuhan?

_Cherry Sakura_
   





Post a Comment